Total Pageviews

Tuesday, 15 July 2014

Menyikapi dan Menyelesaikan Masalah

Halllllo Teman....
Aku mau berbagi cerita nih alias sharing mengenai suatu hal yang menurut aku cukup krusial di dalam kehidupan kita (cieeeee,,, bahasanyaa, serius bingit yaaw, hahaha). Aku mau sharing nih soal cerita kehidupan berumah tangga. Emmmm, agak berat nih ya. Walaupun sebenarnya aku sendiri belum berumah tangga, tapi aku sudah cukup melihat beberapa contoh-contoh kehidupan dalam berumah tangga, terutama dalam “menyikapi dan menyelesaikan” masalah. Secara aku perempuan dan sering jadi tempat curhatnya beberapa perempuan di kalangan keluarga aku dalam mencurahkan keluh kesah mereka dalam berumah tangga.

Dari beberapa cerita dan fakta yang aku liat langsung di lapangan rumah tangga,, hahaha..Yang selalu menjadi permasalahan adalah cara dalam menyikapi suatu masalah dari masing-masing pasangan tersebut. Gak bisa dipungkiri yaa, bahwa dalam menyikapi masalah itu selalu disertai emosi. Kalau aku amati, sebenernya, emosi pribadi inilah yang membuat suatu masalah itu jadi semakin runyam alias complicated. Di dunia ini gak mungkin gak ada masalah. Kalau kita menyadari dengan sangat sadar, bahwa kita ini sebenarnya hidup dengan masalah. Nah, karena kita hidup dengan masalah, makanya kita dibekali akal dan pikiran sama Tuhan buat menyelesaikan masalah tersebut. Ingat ya...”Menyelesaikan” bukan malah bikin tambah semrawut a.k.a runyam.

Nah, seperti kita ketahui, manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna oleh Tuhan, sehingga kita dibekali juga yang namanya emosi yang nantinya akan tercermin dalam bentuk bahagia, sedih, marah, dan sebagainya. Nah kebanyakan nih ya, klo kita sedang menghadapi suatu masalah yang melibatkan suatu hal yang berkaitan dengan  cara menyikapi sesuatu, pasti kita punya pendapat masing-masing mengenai cara kita sendiri dalam menyikapi hal tersebut. Dan jika sudah berkaitan dengan yang namanya “Pendapat” maka seseorang pasti punya naluri untuk mempertahankan pendapatnya sendiri karena itulah yang lahir dari cara pandang kita terhadap suatu masalah dan itu yang kita aplikasikan dalam “Menyikapi” suatu masalah. Pendapat seseorang tidak bisa disalahkan karena memang cara pandang masing-masing orang berbeda. Jika kita ingin merubah pendapat seseorang, maka rubahlah cara pandangnya.

Menyikapi suatu masalah, belum tentu dapat “Menyelesaikan” masalah tersebut kan ya. Seperti halnya ketika kita mau ujian kenaikan kelas, ada yang menyikapinya dengan tetap tenang dan belajar rajin, ada yang tetap tenang tapi santai aja dan gak belajar, ada juga yang tetap gugup atau nervous walaupun sudah belajar mati-matian. Nah, walaupun cara menyikapinya berbeda-beda tapi tetap saja ujian itu akan kita hadapi, dan hasilnya adalah tergantung dari cara kita menyelesaikan ujian tersebut dengan sikap yang sudah kita tetapkan sebelumnya. Semua ujian pasti akan selesai, tapi selesainya bagaimana alias hasil dari penyelesaiannya tadi bagaimana. Bagi yang sebelumnya menyikapi ujian tersebut  dengan mengambil sikap untuk belajar dengan rajin dan berusaha tetap tenang, maka mudah2an ujian tersebut dapat diselesaikan dengan hasil yang baik. Nah, tentu berbeda dengan hasil ujian orang yang menyikapinya dengan santai tanpa belajar sama sekali. Ujiannya tetap selesai, tetapi hasilnya tentu tidak memuaskan, dan mungkin harus mengulang lagi untuk menyelesaikan ujian yang sama, dengan kata lain ujiannya belum terselesaikan karena cara menyikapinya yang salah.

Dalam hal menyikapi masalah, pasti ada campur tangan emosi pada diri kita. Kalau menurut Aku, emosi ini adalah suatu bentuk seni cara berpikir kita yang nanti tercermin dalam bentuk ke-EGO-an kita yang akan nampak dalam sikap atau pendapat yang kita tampilkan nantinya dalam menyikapi masalah. Misalnya, ketika mau belajar buat ujian, apakah kita akan belajar sendiri atau belajar kelompok. Ada yang berpikir dangan belajar kelompok, belajar akan menjadi lebih mudah, tapi ada juga yang dengan belajar kelompok, malah susah menyerap pelajaran karena mungkin dia hamya bisa belajar sendiri tanpa ada keributan atau gangguan dari orang lain. Nah ini biasanya berdasarkan pengalaman masing-masing kita.
Kembali ke masalah Rumah Tangga... setelah panjang lebar kita mengurai tentang cara menyikapi dan menyelesaikan masalah. Sebenarnya sama saja dengan masalah lainnya. Hanya saja jika kita berumah tangga, maka kita tidak lagi hidup sendiri untuk menentukan nasib kita sendiri, tapi kita hidup dengan pasangan kita yang juga punya cara yang berbeda dalam menyikapi suatu masalah. Selain itu, bukan hanya nasib kita sendiri yang kita tentukan, karena ada anak yang notabene bergantung pada kedua orang tuanya dalam menyikapi suatu masalah. Artinya, sikap yang kita ambil tidak hanya berimbas pada diri kita seorang, tetapi juga pada pasangan dan anak kita.

Dengan pengalaman hidup yang sudah cukup banyak, maka seharusnya kita sudah bisa memilah-milah sikap yang kita bawa dalam menyelesaikan masalah agar penyelesaiannya baik hasilnya. Tentunya dalam berumah tangga, sedari kecil kita sudah belajar hal ini dari orang tua kita. Kita bisa menarik pelajaran apapun dari orang tua kita. Belum lagi mungkin bagi yang pernah hidup dengan orang tua lain selain orang tua kandung kita.

Berumah tangga adalah suatu bentuk kerja sama antara dua insan yang dipersatukan atas nama “JODOH” yang sudah ditakdirkan Tuhan untuk bersama-sama dalam menghadapi ujian bersama ( W.O.W definisinya keyeeeen, hihihi). Jadi, Kita sudah sampai pada tahap/level dimana Tuhan tidak lagi membiarkan kita sendirian menghadapi ujian dunia yang begitu banyak dan rumit. Kita diberikan teman untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah dalam sebuah hubungan tali pernikahan. Bersatunya dua insan yang berbeda (beda jenis kelamin otomatis lah ya... hehehe), tentu punya cara yang berbeda-beda pula dalam menyikapi suatu masalah dan tentunya pengalaman masing2 juga berbeda. Ini pun (Menikah) kalau menurut Aku juga merupakan suatu ujian dari Tuhan. Jika kita sudah siap untuk menikah, berarti kita juga sudah siap untuk masuk ke tahap/level ujian berikutnya yang tentunya semakin berat. Karena ujiannya makin berat, makanya kita di suruh berpasangan, biar lebih mudah dalam menyelesaikan masalah yang bakal di hadapi nantinya. Bagi yang udah pernah pacaran (apalagi yang pacarannya udah cukup lama) seharusnya sudah tau pahit manisnya dalam membina hubungan dengan orang lain yang tentunya banyak perbedaan dengan diri kita. Permasalahannya bukan hanya satu yang dihadapi, tapi ada dua, yaitu masalah yang sedang dihadapi dan masalah dalam manyikapinya. Masalah dalam menyikapinya tentunya kita tidak sendiri lagi dan harus sharing alias berbagi dengan pasangan kita. Karena perlu diingat, dengan “Menikah” berarti kita sudah tidak hidup sendiri lagi, tapi sudah ada orang lain yang harus terlibat dalam setiap keputusan dan langkah yang kita ambil. Karena seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa imbas dari penyelesaian masalah tersebut bukan hanya pada diri kita, melainkan juga akan berimbas pada pasangan kita. Makanya terkadang, masalah baru muncul bukan karena masalah utamanya tidak teratasi/selesai, melainkan karena salah seorang pasangan tidak meminta saran atau tidak melibatkan pasangan yang satunya dalam menyelesaikan masalah utama tersebut, eeeh, malah timbul masalah baru jadinya kan... Ingat bagi para wanita/istri-istri, suami adalah imam kita yang akan bertanggung jawab atas istri dan anaknya baik didunia dan di akhirat kelak. Para suami sudah ditakdirkan untuk mengemban tanggung jawab itu. Jadi seorang istri adalah suatu kehormatan bagi suaminya. Sikap seorang istri mencerminkan sikap suaminya dalam membimbingnya sebagai seorang istri, dan itu juga berlaku sebaliknya.

Perlu kita sadari, kehidupan kita ini adalah suatu proses belajar yang terus-menerus, belajar cara-cara dalam menyikapi dan menyelesaikan masalah dan ujian yang diberikan Tuhan kepada kita, bahkan belajar untuk persiapan kita di akhirat kelak. Hasil dan nilai yang kita peroleh nantilah yang akan menetukan kita untuk bisa naik ke tahap/level selanjutnya atau tidak. Karena sudah tentu, ujian untuk anak-anak pastilah berbeda dangan ujian untuk orang dewasa. Ingat, “Semakin tinggi pohon, maka semakin besar pula angin yang akan menerpanya”.

Owkey... sekian dulu Sharing-an dari Saya..

Mudah-mudahan bermanfaat.

Contact Form

Name

Email *

Message *