Ntah apa yang terlintas di pikirannku subuh ini. Ketika sedang mencuci piring, aku mendengar perdebatan antara bapak dan adik-adik laki-lakiku (sani, akbar, kiki). Mereka tidak pernah capek untuk bicara keras sambil menarik urat-urat leher mereka sampai keluar hanya untuk memperdebatkan hal-hal yang sangat sepele. Subuh ini, kiki kembali bertingkah, dia tidak mau membagi tempat duduknya yang panjang di depan tv, akbarpun begitu. Mereka seperti sudah mendapatkan singgasananya masing-masing dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Ada satu kursi lagi, tapi ada setumpuk pakaian kering yang belum dilipat. Sani mencoba duduk di tempat kiki, tapi kiki marah. Sani coba mengalah, dia pindah ke tempat akbar. Akbar juga marah. Tapi sani ternyata lebih marah pada akbar. Karena mungkin akbar seharusnya memberinya tempat duduk, karena dia lebih besar dari kiki, ya harusnya lebih paham donk, kakaknya gak dapat tempat duduk. Ibuku yabg seang makan sahur datang ke kiki, karena kiki memanggil-maggil dia terus untuk ditemani sahur di sampingnya, biasalah anak kecil ada saja perangainya. Melihat kejadian tadi, ibuku juga sdikit menarik urat lehernya, mengatakan kepada akbar dan sani “ dimeja makan masih ada tempat duduk, makan sajalah di belakang, dengan wai sama bapak”. mereka tidak ada yang pindah. tapi untuk sementara suasana agak tenang.
Selesai bapakku makan sahur, dia kembali duduk di depan tv, dan acara pengomelanpun kembali dimulai. Bapak mulai menceramahi sani mengenai masalah cara berpakaiannya. Celana ketat, sudah 2 hari tidak diganti dari kemaren sejak dia pulang gaya rambut gondrong awut-awutan, gigi sudah pada hitam semua akibat rokok, bla..bla..bla... Dengan bahasa manna nya dia ngomong “ kaba ni, luak manau ndak idup sehat, calanau ndiak diganti jak petang baliak, rambut gondrong nanan, baliak la malam terus, memaluka nanan kaba ni (translate : kamu ini bagaimana mau hidup sehat, celana dari kemaren pulang gk diganti-ganti, rambut gondrong, klo pulang udah malam terus, benar-benar memalukan). Lalu sani pergi ke kamarnya.
Aku mencuci piring, dan mulai berpikir sendiri, mereka ini apa gak capek ya ngomong terus sambil narik urat leher sekencang-kencangnya. Siapa sebenarnya yang salah di sini ??? memang sifat itu selalu ada yang diturunkan. Dalam hai ini, sifat pemarah dan pelit semua pada bapakku, dan sifat itu jelas nampak pada kami berempat. Bapak sifatnya sangat keras tentu anak-anaknya juga keras, kata-kata yang keluar dari mulut malah lebih keras. Yang satu mengalah, yang satu ngelunjak, lah yang mengalah malah jadi marah. Ego sama-sama tinggi, dikasih tahu yang baik, malah mengeluarkan prinsip masing-masing. Hmmmm, serba sulit. Jujur saja kadang aku ketawa melihat mereka berlomba-lomba bicara keras sambil urat leher mereka ketarik semua. Hahahhahaha, lucu. Kadang inilah yang aku rindukan ketika sedang jauh dari mereka semua.
Lalu aku berpikir, Bapak ini ilmu agamanya cukup tinggi, tapi koq sepertinya sulit sekali diaplikasikan ke kehidupan dia sendiri. Dalam hal ini bukan aku menghakimi ataupun sok tahu, tapi dari pengalaman aku sendiri selama merantau dan tahu pahit getirnya hidup mandiri, ada satu kunci kehidupan yang aku dapatkan, yaitu Sikap MENERIMA.
Menerima di sini bukan maksudnya menerima apa saja seperti pengemis. Tapi adalah sikap mengerti dan membuka diri terhadap apa saja yang terjadi dikehidupan kita. Jangan ada penolakan sedikitpun terhadap apa saja yang terjadi dalam hidup ini, karena itu semua berasal dari Tuhan. Tapi sikap ini tidak bisa berdiri sendiri. Kita diberikan akal oleh Tuhan untuk mengatasi semua yang Tuhan berikan kepada kita, entah itu ujian ataupun nikmat. Sikap ikhlas dengan sendirinya akan muncul apabila kita sadar bahwa ini ujian Tuhan, dan HARUS bisa menerimanya dalam keadaan apapun.
Wai sendiri pernah mengalami ujian yag cukup berat, dan ketika wai sangat sadar bahwa itu cobaan dari Tuhan dan YAKIN bahwa Tuhan pasti akan menunjukkan jalan keluar kepada kita, maka itu merupakan wujud dari sikap MENERIMA. Jika kita sudah menerima dengan lapang dada dan ikhlas, dengan sendirinya kita akan sangat MENIKMATI ujian tersebut. Kata “MENIKMATI” sepertinya mengesankan terlalu meremehkan ujian-ujian Tuhan kepada kita. Tapi memang seperti itulah yang wai praktekkan dalam hidup wai. Seperti halnya ketika kita sakit, dan Obat yang diberikan harus dengan di suntik, maka dokter menyarankan agar tubuh kita jangan tegang, harus rileks, agar obat tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dengan baik. Kalau tubuh kita terlalu tegang mungkin karena terlalu takut dengan jarum suntik, maka obat tidak akan disuntikkan dokter, karena dokter yakin, selain obat sulit masuk kedalam tubuh, badan kita hanya akan semakin sakit saja dengan jarum suntik tersebut. Dokter merilekskan tubuh kita terlebih dahulu jika kita tidak bisa merilekskan tubuh kita sendiri, ntah dengan diajaknya ngobrol, bercanda, dll agar dia bisa menyuntikkan obat dengan aman dan tanpa penolakan dari tubuh si pasien. Intinya agar tubuh kita menerima obat yang dimasukkan tadi tanpa penolakan dan kita akan menikmati rasa sakitnya. Jangan hanya rasa senang dan gembra saja yang bisa kita nikmati
Disini dapat diambil pelajaran bahwa sakit adalah ujiannya dan obat yang disuntikan adalah jalan keluarnya. Obat yang kita butuhkan sebagai jalan keluar masalah kita mau-tak mau harus diberikan dengan jalan yang sedikit menyakitkan. Itulah yang harus kita TERIMA. Yang harus kita Terima adalah dengan sakitnya jarum suntik masuk ke tubuh kita dan itu hanya SEBENTAR, tidak sampai satu menit, tapi bisa memberikan kesembuhan luar biasa yang akan kita syukuri nantinya.
Untuk membuat tubuh kita menerima, maka itulah gunanya akal yang Tuhan berikan kepada kita. Kita diberikan kemampuan untuk bisa mengatur “mindset” kita sendiri sehingga tubuh kita menjadi rileks. Mungkin dengan menarik nafas panjang ataupun dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau hal lain yang dapat membuat tubuh kita rileks dan nyaman.
Menurut Wai pengaturan Mindset (cara berpikir) kita tentang Tuhan akan sangat menentukan baik-buruk hidup kita. “Tuhan itu tergantung bagaimana umatnya berpikiran tentang Dia”. Tuhan akan memberikan kebaikan apabila kita berpikir baik kepada Tuhan sebaliknya Tuhan akan meberikan keburukan bila kita terus berpikiran buruk tentangNya.
Kembali dalam Konsep “MENERIMA” , jika kita berhasil mengatur mindset kita tentang Tuhan dan bisa dengan mudahnya menerima apapun yang terjadi dalam hidup kita, kita juga dituntut untuk menggunakan akal kita, karena itulah salah satu tujuan Tuhan memberikan kita akal, yaitu untuk mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang diberikan Tuhan kepada kita. Jadi Tuhan tidak menciptakan kita begitu saja untuk menerima apa yang diberikanNya, tapi kita juga diberikan akal untuk mengatasi setiap ujianNya, karena “Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya”. Di sini jelas bahwa Tuhan tidak selalu memaksakan kehendakNya kepada kita, tapi Dia memberikan kebebasan kepada kita untuk menentukan nasib kita sendiri, mau jadi lebih baik atau malah jadi lebih buruk.
Wai ingin sedikit berbagi tentang cara berpikir wai tentang Tuhan. Ini murni pendapat pribadi Wai. Tuhan itu dapat menjadi apa saja yang kita inginkan.
1. Tuhan bisa menjadi teman buat wai karena Dia adalah tempat CURHAT terbaik yang pernah wai miliki, Dia bisa kapan saja dan dimana saja mendengarkan keluh kesah wai tanpa komplen apapun.
2. Tuhan bisa menjadi orang tua bagi wai, karena ketika wai perlu kaputusan yang bijak maka kepada Dia lah wai meminta.
3. Tuhan bisa menjadi pacar wai, karena ketika wai menginginkan sesuatu, wai bisa merayu dan memuji Dia sepuas hati wai agar Dia mengabulkan permohonan Wai.
4. Tuhan kadang mengesalkan, karena ketika apa yang kita inginkan tidak dipenuhiNya, Dia malah memberikan hal lain, yang kadang kita baru sadar belakangan bahwa apa yang di berikan Nya itu adalah yang terbaik untuk kita.
5. Tuhan menjadi tempat bersyukur atas semua nikmat yang Dia berikan kepada kita.
6. Tuhan sama seperti manusia juga, ingin diperhatikan dan ingin disayangi umatnya.
Dari semua contoh sikap wai di atas dalam menganggap Tuhan, mungkin yang nomor 4 dan 6 yang agak ekstrim, tapi itu semua wai curahkan dalam doa wai sehabis sholat. ASAL jangan musyrik saja. Dengan bersikap seperti di atas, kita sudah memberikan perhatian yang cukup lebih kepada Tuhan, karena sesungguhnya Tuhan selalu ingin menjadi perhatian umatnya. Dia tidak suka dilupakan padahal Dia selalu meberikan nikmat kepada kita. Tuhan juga ingin disayang, dipuji, dan ingin melihat rasa terimakasih kita kepada Dia atas nikmat-nikmat yang telah diberikan Dia kepada kita.
Jika kita berhasil mamaknai kata “MENERIMA” dalam kehidupan kita, maka ketika kita diberikan cobaan oleh Tuhan, dan kita menyadari bahwa itu adalah ujian untuk kita, maka dengan sendirinya kita akan tersenyum dan bergumam “ Hmmmmm, Tuhan sedang memberikan test ujian lagi kepadaku, mudah-mudahan aku bisa sukses menghadapinya, dan naik ke level berikutnya, amin ”. Kalimat diataslah yang selalu aku tanamkan dalam hati dan pikiranku.
No comments:
Post a Comment
comment nya jangan lupa yaaaaa...;-)