Total Pageviews

Wednesday, 28 December 2011

Fascioliasis

Etiologi
Fasciola hepatica (Amerika utara, Eropa, Rusia, Afrika Selatan, Australia, New Zealand)
Fasciola gigantica ( Afrika, Indonesia, Jepang, Philiphina, India, Malaysia, Kamboja)
Fasciola maga (Amerika Utara termasuk kanada dan eropa)
Klasifikasi ilmiah
Kingdom:  Animalia
Phylum:  Platyhelminthes
Class: Trematoda
Subclass: Digenea
Family: Fasciolidae
Genus: Fasciola
Species:  F. hepatica, F. gigantica
 
Morfologi Fasciola  hepatica
Perbedaan f. hepatica dan F. gigantica
 
Epidemiologi :
Penyakit ini ditemukan tersebar di dunia. Di Indonesia ditemukan hampir di seluruh daerah, terutama di daerah yang basah.
Tingkat morbiditas dilaporkan 50-75 %, rata-rata 30 %.
Dilaporkan bahwa 2,5 juta orang telah terinfeksi di 61 negara terutama dari Bolivia, Peru, Mesir, Iran, Portugal, dan Perancis, dan bahwa lebih dari 180 juta orang beresiko.
Di sebelah utara Iran, berdasarkan penelitian carpological menunjukkan sekitar 7.3 dan 25,4% prevalensi global pada ternak domba.
Fasciola hepatica umumnya ditemukan di Negara empat musim atau subtropis seperti Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Australia dan New Zealand
CHEN don MOTT (1990), mengatakan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, yaitu antara tahun 1970 sampai dengan tahun 1990, telah terjadi kasus kejadian fasciolosis yang disebabkan oleh F. hepatica pada 2594 orang di 42 negara.
menurut HOPKINS (1992), penderita fasciolosis adalah sekitar 17 juta orang di seluruh dunia.
Penyebaran
distribusi geografis
  – Worldwide, but spotty
    - USA: Florida, Mississippi selatan drainase,     barat laut negara dan California
Fascioliasis di Indonesia hanya disebabkan oleh cacing trematoda Fasciola gigantica dan induk semangnya yaitu siput L. rubiginosa
Prevalensi penyakit ini pada ternak di daerah Jawa Barat mencapai 90% dan di Daerah Istimewa Yogyakarta kasus kejadiannya antara 40-90%
Sedangkan Pada DIY mencapai 40-90%

SIKLUS HIDUP
Cacing Fasciola Hepatica dewasa dapat bertahan hidup di dalam hati ternak ruminansia antara 1-3 tahun.
Satu ekor cacing dapat menghasilkan 3000 telur per hari. Telur cacing akan keluar dari tubuh ternak ruminansia bersama feses, dan pada lingkungan yang lembab, menempel pada rumput, telur tersebut dapat bertahan antara 2-3 bulan.
Telur akan menetas dan mengeluarkan mirasidium, penetasan umumnya terjadi pada siang hari. Mirasidium tersebut memiliki cilia (rambut getar) dan sangat aktif berenang di dalam air untuk mencari induk semang antara yang sesuai, yaitu siput Lymnaea sp . Pada suhu 30°C, mirasidium lni hanya bertahan hidup selama 5-7 jam.
Segera setelah mirasidium tersebut menemukan siput Lymnaea sp., maka cilianya akan terlepas dan mirasidium tersebut akan menembus masuk ke dalam tubuh siput. Dalam waktu 24 jam di dalam tubuh siput, mirasidium tersebut akan berubah menjadi sporosis.
Delapan hari kemudian sporosis tersebut akan berkembang menjadi redia, dari 1 sporosis akan tunbuh menjadi 1-6 redia
Redia tersebut akan menghasilkan serkaria dan keluar dari tubuh siput.
Serkaria tersebut memiliki ekor sehingga ketika berada di luar tubuh siput akan berenang, kemudian akan menempel pada benda apa saja di dalam air yang dilaluinya termasuk pada rumput, jerami atau tumbuhan air lainnya. Beberapa saat setelah menempel, ekornya akan terlepas dan membentuk kista yang disebut metaserkaria.
Metaserkaria ini merupakan bentuk infektif cacing Fasciola spp., sehingga bila ada hewan ternak pemakan rumput, jerami atau tumbuhan air lainnya yang terkontaminasi metaserkaria, maka akan tertular dan menderita penyakit fasciolosis .
Pada suhu rendah, sekitar 14°C, metaserkaria ini dapat bertahan hidup sampai 3-4 bulan, sedangkan bila terkena sinar matahari langsung akan cepat mati dan tidak infektif lagi. Infeksi terjadi jika metaserkaria tertelan dan masuk ke duodenum. Cacing muda ini dapat menembus dinding usus dan menyeberang ke dalam ruangan peritoneal, menempel dan menghisap darah dan selanjutnya masuk ke hati. Di dalam saluran empedu menjadi cacing dewasa selama 2-3 bulan.

PENULARAN
Sumber utama penularan fasciolosis pada manusia adalah dari kebiasaan masyarakat yang gemar mengkonsumsi tanaman/tumbuhan air, seperti selada air dalam keadaan meneah yang tercemar metaserkaria cacing Fasciola hepatica.
penularan ditentukan oleh keberadaan siput dari Famili Lymnaeidae, keberadaan hewan mamalia peka lain di sekitar tempat tinggal penduduk dan iklim .
penggunaan air yang tercemar metaserkaria Fasciola spp.(BARGUES et al., 1996),misalnya air tersebut diminum dalam keadaan mentah.
TAiRA et al. (1997) menduga bahwa penularan fasciolosis yang disebabkan oleh F. hepatica pada manusia dapat pula terjadi akibat kebiasaan sebagian masyarakat di Eropa yang gemar mengkonsumsi hati mentah.

Patogenitas
Gejala- Gejala
Gejala klinik
Masa inkubasi Fascioliasis menginfeksi pada manusia sangat bervariasi, karena dapat berlangsung dalam beberapa hari,dalam 6 minggu atau antara 2-3 bulan. Bahkan dapat lebih lama dari waktu tersebut.
Gejala klinik yang paling menonjol adalah anemia, selain itu dapat pula terjadi demam dengan suhu 40-42 derajat, nyeri di bagian perut dan gangguan pencernaan.
Bila penyakit berlanjut,dapat terjadi hematomegaliasites di rongga perut, sesak nafas dan gejala kekuningan.
Selain itu, dalam kasus fasciologis kronis, dapat mengakibatkan terbentuknya batu empedu, sirosis hati dan kanker hati.

Diagnosa
1. Pemeriksaan tinja
  Merupakan cara yang paling umum dan sederhana yang bertujuan untuk menemukan adanya telur cacing dengan menggunakan uji sedimentasi.
2. Pemeriksaan darah
  Dilakukan dengan uji ELISA (enzyme linked Immunosorbent Assay) untuk mengetahui adanya antibody atau antigen didalam tubuh penderita. Pada infeksi parasite umumnya sel darah putih yang meningkat tajam adalah eosinofil, walaupun hal ini tidak spesifik dan seringkali di ikuti dengan peningkatan isotope antibody immunoglobulin (IgE) di serum darah.Menurut Sampaio Silva et al(1985), tingkat isotope antibody IgE berkorelasi positif dengan jumlah telur cacing dalam tinja,usia penderita,gejala klinis dan jumlah eosinofil.
Komplikasi
  Bahaya lain akibat infeksi fasciola hepatica ini adalah dapat mengakibatkan komplikasi pada:
  • telinga, mata
  • paru-paru, dinding usus
  • limpa, pankreas,
  • hati
  • vena porta

Pencegahan
Industri
    Pembuangan eksreta dan air limbah/air kotor secara aman,pengobatan ternak terhadap parasit tersebut, pnecegahan agar tidak ada hewan yang datang ke tempat pembudidayaan tanaman selada air dan pengontrolan air yang digunakan untuk irigasi pembudidayaan tersebut.
Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga
    Memasak makanan sampai benar-benar matang
    Konsumen harus menghindari konsumsi selada air yang mentah.
Kalaupun tetap harus mengkonsumsi sayuran mentah, sebaiknya sayuran tersebut dicuci dahulu dengan larutan cuka atau larutan potassium permanganat sebelum dikonsumsi
Lain-lain
    Pengendalian siput dengan moluskisida jika memungkinkan, pengobatan pada masyarakat yang terinfeksi untuk mengurangi resevoir infeksi

Pengobatan
Bithionol (Lorothidol, Bitin)
     Mekanisme Kerja:
menghambat fosforilasi oksidatif pada parasit, mendorong ke arah blokade sintesis ATP. ini merupakan pilihan obat karena efektivitas dan keselamatannya pada Fh Dan Fg. Data pendukung adalah dari negara berkembang. Ini merupakan suatu campuran fenolic yang secara struktur berhubungan dengan heksaklorofen. Tersedia dari Pusat untuk Kendali Penyakit Dan Pencegahan ( CDC).
  Dosis
      Dewasa: 30-50 mg/kg per oral selama 5-15 hari perawatan; beberapa pasien memerlukan perawatan pengulangan
      Pediatric: Pemberian seperti di orang dewasa
Interaksi Obat : Tidak dilaporkan
Kontraindikasi: Hipersensitivitas
Perhatian
      C- Resiko janin diteliti pada hewan percobaan; tetapi tidak dipelajari pada manusia; boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
     Dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah, diare, sakit perut, hipotensi, pusing, sakit kepala, fotosensitivitas, atau pruritus.
 
Triclabendazole (Fasinex)
Mekanisme kerja
     Laporan terbaru menyarankan obat dokter hewan ini aman dan efaktif pada anak-anak dan orang dewasa. Ini merupakan obat pilihan kedua sampai data lebih lanjut terkumpul, mengikat ke cacing pada  tubulin, mengganggu formasi microtubule dan fungsinya. Mulai dari 2009, ini tak tersedia Amerika Serikat.
Dosis
     Dewasa: 10-20 mg/kg/hari PerOral setelah makan dibagi 12-24jam untuk 1 dosis.
Pediatrik: Diberikan sama seperti orang dewasa.
Interaksi Obat: Tidak dilaporkan
Perhatian
Pada ibu hamil:
    Menyatakan resiko C- fetal pada penelitian pada hewan percobaan tetapi tidak diteliti pada manusia. Boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko terhadap janin dapat menyebabkan sakit kepala dan pusing temporer.

Praziquantel (Biltricide)
Mekanisme kerja
     Walaupun secara umum aman dan efektif untuk infeksi trematode lain, praziquantel nampak sangat sedikit manjur melawan terhadap Fasciola hepatica. Karenanya ini siap tersedia dan lebih umum dikenal dibanding triclabendazole ( Fasinex), ini adalah obat pilihan ketiga. Penggunaan Cadangan untuk situasi di mana pilihan pertama dan kedua tak dapat diperoleh. Praziquantel meningkatkan permeabilitas kulit trematoda terhadap kalsium, menyebabkan kontraksi otot parasit.
Dosis:
     Dewasa: 25 mg/kg/dosis PerOral tiap 8 jam untuk 1 hari
     Pediatric: sama seperti dewasa
Interaksi obat
      Hydantoin mengurangi kadar praziquantel dalam serum, yang memungkinkan ke arah kegagalan perawatan.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas, cysticercosis pada mata
 Perhatian
     Pada ibu hamil:
     resiko B-fetal belum dipastikan pada manusia tetapi telah ditunjukkan dalam beberapa studi pada hewan percobaan.

Terima kasih

No comments:

Post a Comment

comment nya jangan lupa yaaaaa...;-)

Contact Form

Name

Email *

Message *