1. Pengertian
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue dari nyamuk Aedes aegypti, yang
berdampak terhadap gangguan pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga
terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian (Misnadiarly,
2009). Demam
dengue biasanya berlangsung 5 hingga 7 hari) yang ditandai dengan demam, lesu,
nyeri kepala, mialgia, ruam, limfadenopati, dan leukopenia, yang disebabkan
oleh empat jenis virus dengue yang secara antigen berbeda (Dorland, 2006).
2. Epidemiologi
Distribusi Penyakit DBD Menurut
Umur
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara,
distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak
berumur < 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah
penderita terbanyak digolongkan berdasarkan umur ialah anak berumur 5-11 tahun.
Jumlah penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984
(Hadinegoro, 2004).
Distribusi Penyakit DBD Menurut
Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat
kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena
pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah, siklus perkembangan Aedes
aegypty tidak sempurna (Soegijanto, 2006). Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita
maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya
aktifitas yang luar biasa. Laju insiden meningkat dari 0,005 per 100.000
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100.000 penduduk (Dep-Kes
RI; Dirjen P2M/PL, 2005).
Distribusi
Penyakit DBD Menurut Waktu
Pola
berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembapan udara.
Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembapan yang tinggi, nyamuk Aedes
aegypty akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama.
3. Etiologi dan Patogenesis
DBD disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sering dikenal sebagai genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu; DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi yang terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut (Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI, Dirjen P2M/PL, 2001).
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sering dikenal sebagai genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu; DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi yang terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut (Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI, Dirjen P2M/PL, 2001).
Patogenesis belum dimengerti secara
sempurna, penelitian epidemiologi memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan
infeksi dengue tipe 2, 3,
dan 4 sekunder. Ada
bukti bahwa antibodi non-netralisasi menaikkan infeksi seluler dan memperbesar
keparahan penyakit. Virus
dengue memperagakan pertumbuhan yang diperbesar pada biakan fagosit mononuklear
manusia yang dipersiapkan dari donor imun dengue atau dalam biakan yang
ditambahkan dengan antibodi dengue non-netralisasi. Kera yang terinfeksi
berikutnya atau mendapat sejumlah kecil antibodi penguat menderita viremia yang
diperkuat. Penelitian
retrospektif serum dari ibu manusia yang bayinya mendapat demam berdarah dengue
atau penelitian prospektif pada anak yang mendapat infeksi dengue berikutnya
telah menunjukkan bahwa sirkulasi antibodi yang memperkuat infeksi pada saat
infeksi merupakan faktor resiko terkuat untuk perkembangan penyakit berat.
Bahkan kadar rendah netralisasi, apakah dari infeksi homotip sebelumnya pada
ibu atau infeksi herotip pada anak melindungi bayi atau anak dari demam
berdarah dengue. Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi
cepat sistem komplemen. Selama syok kadar Clq, C3, C4, C5-C8 darah, dan proaktivator
C3 mengalami depresi, dan kecepatan katabolik C3 naik. Koagulasi
darah dan sistem fibrinolitik diaktifkan, dan kadar faktor XII (faktor Hageman)
depresi. Tidak ada mediator spesifik
permeabilitas vaskuler pada demam berdarah dengue yang telah diidentifikasi. Koagulasi intra vaskuler tersebar ringan,
cedera hati, dan
trombositopenia dapat menimbulkan pendarahan secara sinergis. Cedera kapiler memungkinkan cairan,
elektrolit, protein, dan pada beberapa keadaan sel darah merah bocor ke dalam ruang ekstravaskuler. Bersama
dengan defisit yang disebabkan oleh puasa, kehausan, dan muntah, menimbulkan
hemokonsentrasi, hipovolemia, kerja jantung bertambah, hipoksia jaringan, asidosis
metabolik dan hiponatremia (Nelson, 2000).
4. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue dapat
bersifat asimptomatik atau mengakibatkan demam biasa (sindrom virus), demam
dengue termasuk sindrom syok dengue (DSS). Infeksi pada salah satu serotipe
virus dengue memberikan imunitas seumur hidup khusus untuk serotipe tersebut,
tetapi tidak ada perlindungan silang terhadap serotipe yang lain. Penampilan
klinis bergantung pada usia, status imun penjamu dan strain virus (Dep-Kes RI, Dirjen P2M/PL, 2005).
5. Gambaran Penderita
Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan
masa inkubasi demam dengue. Perjalanannya khas pada anak yang sangat sakit.
Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise, muntah,
nyeri kepala, anoreksia dan disertai batuk sesudah 2-5 hari oleh deteriorasi
klinis cepat dan kollaps. Fase kedua ini penderita biasanya menderita
ekstremitas dingin, lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak,
gelisah, irritable, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali petikie ada yang
tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis spontan mungkin tampak, dan mudah memar serta berdarah
pada tempat pungsi vena adalah lazim.
Ruam makular atau makulopapular mungkin muncul, dan mungkin ada sianosis
sekeliling mulut dan perifer. Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah,
cepat dan kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm
dibawah tepi costa dan biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita
ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok
yang tidak terkoreksi (Nelson, 2000).
Sesudah 24-36 jam masa krisis,
konvalense cukup
cepat pada anak yang sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama
fase syok. Bradikardi dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konvalesen.
Jarang ditemukan adanya
cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang
karena perdarahan intrakranial. Strain virus dengue 3 yang bersirkulasi
terutama di daerah asia tenggara sejak tahun 1983 yang disertai sindrom klinis berat seperti ensefalopati,
hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang ikterus (Nelson,
2000).
Berbeda
dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat, infeksi dengue
sekunder relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi yang
tidak jelas sampai
penyakit saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi atau penyakit yang
diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang jelas (Nelson, 2000).
6.
Diagnosis
Diagnosis
menurut WHO
Diagnosis
DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria
klinis dan laboratorium.
1. Kriteria
Klinis
- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
- Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: uji tourniquet positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan malena.
Uji
tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan
darah.Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat
pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap
selama percobaan. Setelah
dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekia pada kulit di
lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan
positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20
petekie.
- Pembesaran hati (hepatomegali).
- Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah, serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah (Hadinegoro, 2004)
2. Kriteria
Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari
peningkatan hematokrit 20% atau lebih
besar
melebihi nilai hematokrit penyembuhan, trombositopenia, leukositosis ringan
(jarang melebihi 10.000/mm), waktu perdarahan memanjang, dan kadar protrombin
menurun sedang (jarang kurang dari 40% control) .
3.
Kadar fibrinogen
mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin meningkat.
4.
Kelainan lain adalah kelainan
sedang dimana kadar transaminase serum sedang, konsumsi komplemen, asidosis
metabolik ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit
kenaikan urea nitrogen serum, dan hipoalbuminemia.
5. Roentgenogram
dada menunjukkan efusi pleura pada hampir semua penderita (Nelson, 2000).
Derajat
Penyakit DBD, menurut
WHO tahun 1997, diklasifikasikan dalam 4 derajat yaitu :
a. Derajat
I
Demam
disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan
ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.
b. Derajat
II
Selain
manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga terjadi,
biasanya dalam bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lainnya.
c. Derajat
III
Demam,
perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan
gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin
serta gelisah.
d. Derajat
IV
Demam, perdarahan
spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala syok
(renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak
terdeteksi (WHO, 1997).
No comments:
Post a Comment
comment nya jangan lupa yaaaaa...;-)